VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa turun langsung mengusut aliran dana dari PT Freeport senilai US$14 juta kepada instansi Polri. KPK menunggu hasil audit dan informasi resmi. Apakah itu dana resmi, bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility), atau gratifikasi?
"Website Freeport bilang itu resmi ke pemerintah. Kalau dana resmi, bukan gratifikasi," kata juru bicara KPK Johan Budi di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 31 Oktober 2011.
Menurut Johan, harus ditelusuri apakah dana-dana itu masuk bagian dari dalam kontrak karya pemerintah pusat ataupun otonomi daerah setempat, termasuk Muspida dan aparat keamanan di Papua.
Bila memang terbukti dana resmi, maka diharuskan ada hasil auditnya. Audit dilakukan lembaga resmi negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita lihat dulu perjanjian Freeport dengan pemerintah. Bukan tunggu ada yang laporkan, tapi paling tidak, ada audit penelusuran," kata Johan. KPK tidak bisa serta-merta masuk dan mengusut.
Johan menegaskan, memang ada banyak informasi hilir-mudik yang menyebut status dana Freeport ke Polri. Tetapi, KPK tetap menunggu keterangan resmi dari Freeport dan pemerintah. "Ada yang desak KPK turun tangan, KPK tidak bisa didesak-desak," tegas Johan.
Soal dana ini, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sendiri tidak membantah adanya pemberian uang dari PT Freeport Indonesia kepada para personel Polri. Kapolri menilai itu merupakan hal lazim dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau ada bantuan dari salah satu instansi yang diamankan tentunya itu bagian dari uang saku. Tapi itu sekali lagi bisa dipertanggungjawabkan," kata Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jum'at 28 Oktober 2011 kemarin. (umi)
• VIVAnews
"Website Freeport bilang itu resmi ke pemerintah. Kalau dana resmi, bukan gratifikasi," kata juru bicara KPK Johan Budi di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 31 Oktober 2011.
Menurut Johan, harus ditelusuri apakah dana-dana itu masuk bagian dari dalam kontrak karya pemerintah pusat ataupun otonomi daerah setempat, termasuk Muspida dan aparat keamanan di Papua.
Bila memang terbukti dana resmi, maka diharuskan ada hasil auditnya. Audit dilakukan lembaga resmi negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita lihat dulu perjanjian Freeport dengan pemerintah. Bukan tunggu ada yang laporkan, tapi paling tidak, ada audit penelusuran," kata Johan. KPK tidak bisa serta-merta masuk dan mengusut.
Johan menegaskan, memang ada banyak informasi hilir-mudik yang menyebut status dana Freeport ke Polri. Tetapi, KPK tetap menunggu keterangan resmi dari Freeport dan pemerintah. "Ada yang desak KPK turun tangan, KPK tidak bisa didesak-desak," tegas Johan.
Soal dana ini, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sendiri tidak membantah adanya pemberian uang dari PT Freeport Indonesia kepada para personel Polri. Kapolri menilai itu merupakan hal lazim dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau ada bantuan dari salah satu instansi yang diamankan tentunya itu bagian dari uang saku. Tapi itu sekali lagi bisa dipertanggungjawabkan," kata Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jum'at 28 Oktober 2011 kemarin. (umi)